Portalborneo.id, Samarinda – Sorotan tajam diarahkan ke proyek Teras Samarinda tahap pertama yang belum juga rampung. Komisi IV DPRD Kota Samarinda menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal proyek tersebut, terutama menyangkut keterlambatan pembayaran upah pekerja yang dinilai sangat merugikan.
Dalam rapat dengar pendapat yang digelar baru-baru ini, anggota dewan menyoroti PT Samudera Anugrah Indah Permai (SAIP) selaku kontraktor pelaksana yang belum memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pekerja. DPRD menilai perlu ada koordinasi yang lebih efektif antarinstansi agar tidak ada lagi keterlambatan berlarut-larut.
“Kami tidak ingin ada pekerja yang menjadi korban dari lambannya proses birokrasi. Hak mereka harus dibayarkan. Ini bukan hanya soal proyek, tapi soal kemanusiaan,” tegas Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, kepada wartawan usai rapat.
Lebih jauh, DPRD membuka opsi pembentukan panitia khusus (pansus) guna menyelidiki hambatan yang menyebabkan terkatung-katungnya pembayaran. Pansus tersebut diharapkan dapat memberikan tekanan politik kepada para pihak yang terlibat agar lebih bertanggung jawab.
“Kami ingin duduk bersama, mencari akar masalahnya, dan mendesak solusi konkret. Jangan sampai hal ini terulang di proyek-proyek lain,” tambah Anhar.
Salah satu titik krusial yang jadi perhatian adalah belum cairnya sekitar 30 persen dari total anggaran proyek sebesar Rp36,9 miliar. Dana tersebut tertahan menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim.
“Kami akui, prosedur audit memang harus dijalankan. Tapi kalau terlalu lama, dampaknya dirasakan langsung oleh para buruh di lapangan,” ujar Anhar.
Di pihak pemerintah, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Samarinda, Andriyani, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengajukan pencairan kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Namun, mekanisme itu masih menunggu pengesahan APBD Perubahan 2024.
“Usulan pencairan sudah kami sampaikan, tetapi kami tetap harus tunduk pada aturan yang berlaku,” jelas Andriyani.
Tak hanya soal dana dan audit, DPRD juga menyoroti denda keterlambatan proyek yang mencapai Rp2 miliar. Proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut seharusnya selesai pada akhir 2023, namun mengalami perpanjangan waktu hingga ditargetkan rampung pada Juli 2024, dan diresmikan pada September 2024 mendatang.
Menyikapi lambannya penyelesaian proyek dan masalah pembayaran, tim kuasa hukum pekerja bersama Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaltim juga ikut turun tangan. Mereka bahkan berencana menyerahkan sejumlah bukti ke Kejaksaan Negeri Samarinda agar kasus ini mendapat perhatian hukum.
“Kami ingin memastikan pekerja tidak hanya dipakai tenaganya lalu ditinggalkan. Negara harus hadir,” ujar salah satu perwakilan TRC PPA.
Dengan pengawalan dari berbagai pihak, publik berharap proyek Teras Samarinda bukan hanya selesai tepat waktu, tetapi juga memberi manfaat nyata, terutama bagi para pekerja yang sudah berjibaku di lapangan. (Adv)