Samarinda – Aktivitas pertambangan ilegal di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) kembali memicu kecaman. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) memberikan tenggat dua pekan kepada aparat penegak hukum untuk menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas perusakan kawasan konservasi tersebut.
Desakan itu mencuat dalam rapat dengar pendapat lintas komisi di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (5/5/2025), yang menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk DLHK, ESDM, Gakkum KLHK, Polda Kaltim, dan akademisi dari Fakultas Kehutanan Unmul.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyatakan kekecewaannya atas lambannya proses hukum. Ia menegaskan, DPRD siap menggunakan hak politik jika tidak ada progres signifikan dalam dua minggu ke depan.
“Kami menuntut ketegasan. Bila dua minggu ke depan belum ada tersangka, kami akan dorong pembentukan pansus untuk menyelidiki lebih dalam,” ujar Darlis.
Selain aspek pidana, DPRD juga mendorong penghitungan kerugian ekologis akibat aktivitas tambang. Fakultas Kehutanan diminta merumuskan valuasi ekonomi untuk mendukung gugatan perdata.
Sementara itu, Kepala Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, menyatakan penyelidikan masih berlangsung. Dari 14 saksi yang dipanggil, baru 10 hadir. Empat lainnya mangkir dan terancam jadi buronan.
Di sisi lain, Kepala Laboratorium Alam KHDTK, Rustam Fahmy, menekankan bahwa KHDTK adalah kawasan strategis untuk pendidikan dan konservasi. Ia memperingatkan, kerusakan serupa bisa menyebar ke kawasan lain jika penegakan hukum tak tuntas.
Masyarakat kini menunggu: apakah hukum akan tegas, atau kembali tunduk pada tekanan industri.
Tim Redaksi (Adv 21/Rsk)