Maju Pilgub Kaltim, Rudi Mas’ud Diterpa Isu Dinasti Politik, Pengamat: Ancaman bagi Demokrasi dan Kemajuan Daerah

Neni Nurhayati, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP)

Caption: Neni Nurhayati, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP)

Portalborneo.or.id, Samarinda – Pemilihan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) 2024 bukan sekadar ajang politik biasa. Salah satu calon kuat, Rudi Mas’ud, kini berada di pusat sorotan karena dinilai berasal dari keluarga yang telah mendominasi panggung politik di Kaltim, menciptakan wacana tentang dinasti politik yang kian menguat.

Rudi, yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Kaltim, berasal dari keluarga Mas’ud, yang dikenal memiliki pengaruh besar di berbagai posisi penting.

Kakak kandungnya, Hasanudin Mas’ud, kini menjabat sebagai Ketua DPRD Kaltim, sementara saudaranya yang lain, Rahmad Mas’ud, memimpin Balikpapan sebagai wali kota.

Ada juga nama Abdul Gafur Mas’ud, mantan Bupati Penajam Paser Utara yang sempat tersandung kasus hukum setelah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berita Lainnya:  DPRD Samarinda Pantau Ketersediaan Beras Jelang Ramadan

Namun, di balik nama besar keluarga tersebut, banyak pihak mulai khawatir tentang apa yang disebut “dinasti politik.”

Menurut Neni Nurhayati, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), fenomena ini bisa menjadi penghalang bagi perkembangan daerah.

“Dinasti politik bukan hanya soal siapa yang berkuasa, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan itu digunakan. Daerah yang dikelola berdasarkan hubungan keluarga dan bukan kompetensi, berpotensi mengalami stagnasi,” ujar Neni.

Neni menegaskan, politik dinasti rentan membawa kepentingan pribadi dan kelompok ke dalam pengelolaan daerah. Hal ini, menurutnya, dapat berujung pada korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Berita Lainnya:  Jalan Mulus, Hingga Fasilitas Listrik Dan Posyandu Terbangun Warga Ucapkan Terima Kasih Pada Muhammad Samsun

“Ketika jabatan-jabatan kunci diberikan kepada kerabat tanpa mempertimbangkan kapabilitas, maka kita bisa melihat dampak serius, yakni pembangunan yang tak maksimal,” jelasnya.

Lebih lanjut, Neni juga menyoroti bahwa dinasti politik berpotensi melemahkan demokrasi. Jabatan yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, bisa berubah menjadi alat untuk memperkuat kekuasaan kelompok tertentu.

“Ini bukan lagi soal melayani publik, tetapi bagaimana mempertahankan kendali dalam lingkaran kekuasaan keluarga. Demokrasi yang sehat harus memastikan kompetisi yang adil dan tidak didominasi oleh satu keluarga,” tambahnya.

Neni pun menyerukan agar masyarakat Kaltim semakin kritis dalam menyikapi fenomena ini.

Berita Lainnya:  DPD PDI Perjuangan Kaltim Sambut Positif Penetapan Ganjar Pranowo Sebagai Capres, Samsun: Sesuai Aspirasi Rakyat

“Masyarakat perlu lebih jeli dan sadar akan dampak dinasti politik. Memilih pemimpin seharusnya didasarkan pada rekam jejak dan visi yang jelas untuk memajukan daerah, bukan semata-mata karena nama besar atau hubungan keluarga,” tutupnya.

Dalam situasi ini, Kaltim menghadapi ujian penting—antara memilih mempertahankan status quo dengan politik dinasti, atau membuka ruang bagi perubahan dan profesionalisme dalam memimpin daerah.

Tim Redaksi Portalborneo.or.id/FRC

...

Bagikan :

Email
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
[printfriendly]

terkait

.