Portalborneo.or.id, Samarinda – Kisruh pembangunan terowongan di Kalimantan Timur semakin meluas dengan munculnya kontroversi terkait pembongkaran Rumah Sakit Islam (RS Islam). Proyek ini, yang sebelumnya disetujui secara lisan oleh Pj Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik, dan Wali Kota Samarinda, Andi Harun, kini terhambat oleh permasalahan yang kompleks.
Pada tanggal 11 Januari 2024, hasil peninjauan lahan bersama menunjukkan bahwa Akmal Malik menyetujui penggunaan sebagian lahan RS Islam untuk proyek terowongan.
Meskipun disepakati secara lisan, pelaksanaan proyek membutuhkan prosedur lebih lanjut, yang berujung pada pertentangan yang mengemuka.
Diketahui, proses pembongkaran pagar di RS Islam sudah berlangsung. Ini ditandai dengan pemasangan spanduk berlogo Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang menghalangi akses pengerjaan proyek. Langkah ini diambil untuk memberhentikan sementara proses pembangunan yang telah menuai perlawanan dari sebagian masyarakat.
Muhammad Faisal, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, memberikan pernyataan menegaskan sikap tegas pihaknya terhadap pemberhentian pembongkaran di RS Islam.
Faisal menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi mendukung pembangunan infrastruktur daerah, namun harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Lebih lanjut, Faisal mengungkapkan bahwa Rumah Sakit Islam dan Rumah Sakit Jiwa Atma Husada, yang terdampak pembangunan, tidak dilibatkan dalam perencanaan awal. Konsekuensinya, operasional kedua rumah sakit ini terganggu setelah proses pembangunan dimulai.
Dalam upaya penyelesaian, Faisal mengumumkan rencana pertemuan dengan Pemerintah Kota Samarinda dalam waktu dekat.
“Pertemuan ini dijadwalkan pada hari Senin, dengan harapan dapat menemukan solusi bagi kendala yang terus berlanjut ini,” katanya.
Faisal menegaskan pentingnya mematuhi prosedur dan aturan yang berlaku dalam mendukung pembangunan infrastruktur, sekaligus menjaga keharmonisan dengan pihak-pihak terdampak.
Tim Redaksi Portalborneo.or.id