Portalborneo.id, Samarinda – Tingginya angka dispensasi nikah di Kota Samarinda kembali menjadi perhatian serius kalangan legislatif. Meskipun terdapat penurunan tipis dari 104 kasus pada tahun 2023 menjadi 103 kasus di 2024, angka tersebut tetap mengindikasikan bahwa praktik pernikahan anak masih marak terjadi.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, menyatakan keprihatinannya atas kondisi ini. Ia menilai, tren dispensasi nikah yang tak kunjung menurun secara signifikan menjadi sinyal bahwa upaya pencegahan masih belum optimal.
“Angka ini menunjukkan bahwa kita belum berhasil menekan praktik pernikahan usia anak. Ini bukan sekadar angka, tapi soal masa depan generasi muda,” tegas Ismail saat ditemui di Gedung DPRD Samarinda.
Ismail menjelaskan, ada banyak faktor yang mendorong praktik pernikahan dini, mulai dari tekanan ekonomi keluarga, budaya yang masih membenarkan pernikahan usia muda, hingga minimnya pemahaman mengenai dampak negatif dari pernikahan anak.
“Sering kali, alasan dispensasi karena sudah hamil duluan atau karena tekanan keluarga. Tapi kita tidak bisa membiarkan itu jadi alasan pembenaran,” ujarnya.
Sebagai solusi jangka panjang, DPRD Samarinda berencana menginisiasi pembentukan Peraturan Daerah (Perda) khusus yang mengatur pencegahan pernikahan anak. Ismail menegaskan bahwa perda tersebut akan difokuskan pada penguatan regulasi batas usia pernikahan serta mekanisme pendampingan bagi remaja yang rentan menikah dini.
“Kami ingin ada landasan hukum yang lebih tegas agar dispensasi tidak mudah diberikan, dan anak-anak punya waktu lebih panjang untuk tumbuh dan berkembang,” jelasnya.
Tak hanya regulasi, edukasi dinilai menjadi kunci utama. Ismail mendorong peran aktif keluarga dan institusi pendidikan dalam memberikan pemahaman kepada anak-anak mengenai pentingnya kesiapan mental dan emosional sebelum menikah.
“Kalau orang tua dan sekolah kompak memberi edukasi, maka anak akan lebih siap dalam mengambil keputusan. Kita butuh gerakan dari bawah, bukan hanya aturan dari atas,” tambahnya.
Ia juga mendesak agar pemerintah daerah ikut ambil bagian secara lebih konkret dalam isu ini, terutama dalam hal penyediaan program perlindungan sosial dan pengawasan ketat terhadap permohonan dispensasi pernikahan.
“Pemerintah harus hadir, jangan sampai ini jadi masalah berulang setiap tahun. Anak-anak berhak atas masa depan yang lebih baik,” pungkasnya.
Dengan sinergi antara DPRD, pemerintah, sekolah, dan masyarakat, harapan untuk menekan praktik pernikahan anak di Samarinda bukanlah hal yang mustahil. Yang dibutuhkan adalah komitmen dan aksi nyata. (Adv)