Portalborneo.or.id, Samarinda – Kelompok Nelayan MARLIN dari Balikukup, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, telah mengirim surat terbuka kepada Gubernur Kaltim, khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan, untuk meminta perlindungan dari maraknya kegiatan destructive fishing yang merusak lingkungan laut serta mengancam mata pencaharian mereka.
Dalam surat tersebut, Ketua Kelompok MARLIN, Suriyadi, menggambarkan kondisi yang semakin memburuk bagi nelayan tradisional seperti mereka. Mereka menggunakan metode pancing dan rawai skala kecil yang ramah lingkungan, namun kini terpaksa berhadapan dengan penggunaan bom ikan dan racun potasium oleh nelayan yang merusak terumbu karang dan ekosistem laut di wilayah mereka.
“Saat ini, hasil tangkapan kami telah drastis menurun, karena kami terpaksa mancing di lokasi yang terkena dampak bom dan racun potasium,” kata Suriyadi.
Ketua Kelompok MARLIN juga menyampaikan kekhawatiran mereka terkait kemungkinan adanya oknum petugas yang terlibat dalam melindungi kegiatan destructive fishing ini.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Provinsi Kaltim, Muhammad Udin, merespons keluhan ini dengan serius. Dia mengungkapkan bahwa sejumlah kapal besar dari luar daerah, khususnya Makassar, telah terlibat dalam kegiatan destructive fishing di wilayah tersebut.
“Kita sedih melihat wilayah kita yang begitu kaya akan sumber daya alam, termasuk hasil laut, saat ini sedang dirusak oleh kegiatan ilegal ini,” kata Muhammad Udin.
Selain itu, Udin juga mengungkapkan bahwa penambangan ilegal batu bara di daerah tersebut masih terus beroperasi tanpa kendali, yang semakin memperburuk situasi bagi nelayan lokal.
Dalam rapat paripurna yang istimewa, Udin menyampaikan harapan bahwa dinas perikanan dan pihak terkait akan turun tangan dengan segera untuk mengatasi masalah ini. Dia juga menekankan pentingnya melibatkan satuan tugas (satgas) dari dinas perikanan untuk mengendalikan kegiatan ilegal fishing di daerah pesisir Kabupaten Berau.
“Penghasilan masyarakat pesisir sangat bergantung pada hasil laut, sehingga perlindungan terhadap lingkungan laut dan penanggulangan ilegal fishing menjadi prioritas kita,” sambungnya.
Dengan APBD tahun 2024 yang meningkat menjadi Rp20,6 triliun, harapannya bahwa langkah-langkah konkret dapat diambil untuk mendukung nelayan tradisional dan mencegah kerusakan lingkungan laut yang semakin parah.
Surat terbuka ini menjadi sorotan dan harapan bahwa tindakan akan diambil untuk melindungi sumber daya laut yang berharga di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
(Tim Redaksi Portalborneo.or.id/FRC).