Portalbornoe.id, Samarinda — Kebijakan sekolah gratis yang diusung Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda kembali menuai sorotan. Kendati, Walikota Samarinda telah menerbitkan surat edaran yang melarang segala bentuk pungutan di sekolah negeri, namun praktik di lapangan justru menunjukkan indikasi sebaliknya.
Menjelang Tahun Ajaran Baru 2025/2026, sejumlah orang tua siswa melaporkan adanya kewajiban membeli buku dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dibebankan oleh sekolah.
Menanggapi hal tersebut, anggota komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi, meminta seluruh menyeluruh terhadap pelaksanaan kebijakan sekolah gratis. Menurutnya, pungutan tersembunyi di sekolah negeri adalah bentuk pelanggaran serius terhadap komitmen pendidikan inklusif dan berkeadilan.
“Kalau sekolah negeri masih mewajibkan pembelian buku, itu jelas menyalahi aturan. Disdikbud harus segera bertindak,” Ungkap Ismail Latisi. Senin (7/7/2025).
Selain itu, Ismail sapaan karibnya menyoroti lemahnya pengawasan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) terhadap praktik-praktik seperti ini. Menurutnya, jika kebijakan hanya berhenti di atas kertas tanpa pengawasan yang konsisten, maka sekolah gratis hanya akan menjadi slogan tanpa makna.
“Kami menerima banyak laporan dari orang tua siswa. Ini menandakan adanya ketimpangan antara kebijakan dan realisasi di lapangan,” Ucap Ismail.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu meminta pemerintah tidak hanya menindak pelanggaran, tetapi juga melakukan sosialisasi ulang kepada seluruh kepala sekolah dan komite. Tujuannya agar tidak ada lagi interpretasi yang keliru terhadap larangan pungutan.
“Sekolah harus memahami bahwa biaya operasional sudah ditanggung pemerintah. Jadi tidak boleh ada beban tambahan kepada siswa,” Pungkasnya. (Adv)