Ombudsman Bongkar Dugaan Pungli Wisuda di Sekolah, Buka Posko Pengaduan

Samarinda – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kalimantan Timur membuka posko pengaduan untuk menindaklanjuti dugaan pungutan liar dalam kegiatan pelepasan atau wisuda di sekolah.

Langkah tersebut diambil setelah muncul keluhan masyarakat terkait biaya yang dibebankan kepada orang tua siswa.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kaltim, Mulyadin, mengajak masyarakat untuk melaporkan dugaan pungutan tersebut melalui nomor +62 811-1713-737 atau datang langsung ke kantor Ombudsman.

“Kami berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dan memastikan hak-hak masyarakat terlindungi,” ujarnya.

Pelepasan atau wisuda di sekolah sebenarnya tidak dilarang, namun tidak boleh membebani orang tua murid. Hal ini sudah diatur dalam Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2023 yang menegaskan bahwa kegiatan tersebut harus bersifat sukarela dan tidak boleh menjadi kewajiban yang bersifat pungutan.

Kepala Bidang Pemeriksaan Laporan Ombudsman Kaltim, Dwi Farisa Putra Wibowo, menyoroti bahwa masalah pungutan berkedok sumbangan ini sering terjadi setiap tahun.

Banyak sekolah beralasan bahwa pungutan berasal dari Komite Sekolah, bukan dari pihak sekolah secara langsung.

“Komite Sekolah itu bagian dari sekolah. Jangan sampai dianggap terpisah. Jika komite melakukan pungutan, itu tetap bagian dari sekolah,” tegasnya.

Dwi juga mengingatkan bahwa sesuai Pasal 12 huruf b Peraturan Mendikbud No. 75 Tahun 2016, Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua.

Komite hanya diperbolehkan menggalang dana dalam bentuk bantuan atau sumbangan secara sukarela, bukan dengan cara mewajibkan pembayaran tertentu.

Ombudsman menilai bahwa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltim serta dinas pendidikan di kabupaten/kota perlu mengambil langkah lebih konkret untuk mencegah maladministrasi.

Salah satu langkah awal adalah menerbitkan surat edaran yang melarang pungutan untuk wisuda, tetapi juga harus disertai dengan pengawasan dan sanksi tegas bagi sekolah atau komite yang melanggar.

“Tidak cukup hanya dengan edaran. Harus ada mekanisme pengawasan dan sanksi bagi sekolah atau komite yang tidak mematuhi aturan,” kata Dwi.

Selain itu, Ombudsman juga menyarankan agar setiap dinas pendidikan menyediakan kanal pengaduan resmi yang mudah diakses oleh masyarakat dan terintegrasi langsung dengan dinas. Hal ini penting agar setiap laporan dapat segera ditindaklanjuti.

“Pengawas sekolah harus memiliki pemahaman yang komprehensif tentang berbagai masalah pendidikan, termasuk pungutan liar. Mereka harus aktif dalam pencegahan, bukan hanya mengawasi mutu pendidikan,” pungkasnya.

Tim Redaksi.

...

Bagikan :

Email
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
[printfriendly]

terkait

.