Samarinda — Kebijakan efisiensi anggaran nasional yang diterapkan sejak awal 2025 membawa dampak signifikan terhadap industri pariwisata dan perhotelan di Kota Samarinda.
Hal ini terungkap dalam kegiatan “Bincang Ekraf 2025” yang diselenggarakan di 29 Coffee & Eatery, Selasa (4/6), dan dihadiri pelaku industri, asosiasi perhotelan, serta Dinas Pariwisata Kalimantan Timur.
Wakil Ketua DPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Samarinda, Y. Armunanto, menyampaikan bahwa tingkat hunian hotel mengalami penurunan drastis.
Sebelumnya, okupansi hotel berada di kisaran 80–90 persen, namun kini hanya mencapai 25–30 persen.
“Hotel nonbintang dan hotel lokal paling terdampak. Sementara hotel jaringan nasional maupun internasional masih bertahan di angka 60–70 persen karena sudah menjalin kerja sama jangka panjang dengan korporasi,” jelas Armunanto yang juga General Manager Hotel Grand Kartika.
PHRI mencatat, banyak kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) yang biasa digelar oleh instansi pemerintah kini dibatalkan, dengan penurunan mencapai 50–70 persen.
Efisiensi ini bukan hanya mengurangi pendapatan hotel, tetapi juga berdampak pada pengurangan tenaga kerja, cuti tanpa upah, serta berkurangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata.
Meski demikian, sektor ini masih menyimpan potensi. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kaltim, jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Kaltim pada 2023 mencapai 8,36 juta, dengan 3,2 juta di antaranya berkunjung ke Samarinda. Tingkat hunian kamar hotel pada Agustus 2024 mencapai 67 persen, tertinggi kedua secara nasional. Kunjungan wisatawan mancanegara juga naik 378 persen dari target.
Kepala Dinas Pariwisata Kaltim, Ririn Sari Dewi, menegaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan aspirasi pelaku industri kepada pemerintah pusat.
“Kami akan mendorong promosi pariwisata yang lebih masif, perbaikan infrastruktur, serta kolaborasi dengan pelaku swasta melalui skema CSR agar kegiatan pariwisata tetap berjalan,” ujarnya.
Strategi lain yang diusulkan antara lain diversifikasi pasar wisata, peningkatan kualitas layanan, pelatihan SDM, insentif pajak bagi hotel yang tidak melakukan PHK, serta penguatan promosi digital.
Semua pihak sepakat bahwa kolaborasi lintas sektor sangat penting agar pariwisata Samarinda tetap tumbuh di tengah tekanan anggaran.
Tim Redaksi/Frs